Saturday, December 8, 2012

Hujan

hujan, ambillah amarahku. sembunyikan tangisnya. dan suburkan asa diantaranya.

hujan, basuhmu bersihkan debu. buka cakrawala baru. dinginmu menggigilkan, namun tak mampu mematikan bara dalam dada.

hujan, legakan dada yang tersesak. heningkan semesta walau sementara. pun cukup bagi peziarah tuk temukan diri.

hujan, jernihkanlah pikiran agar jak jadi permata yang menghancurkan diri karna silaunya kaca.

hujan, deraikan tangismu jangan ragu. agar segera reda sedihmu.

Tuesday, December 4, 2012

I guess it is

I guess it is.

Too much love will kill eventually.
At moment, it is killing me softly.

In a year there is a time for autumn and winter
At this moment I'm travelling in a blister

Dearest, I'm leaving to find a way
And the memories of us will be stay

Try to convince that I'm not a dreamer
And life sometimes become bitter, not always sweet as creamer

I'm trying to not giving a word of lullaby
Because life is not in dream but in reality

Too much love will kill eventually

I guess it is

Thursday, November 22, 2012

cerita malam


Bismillah.

Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak. Walau sudah berencana, toh Allah pula yang menentukan apa yang bakal terjadi.

Apa-apa yang diharapkan seringkali nggak sesuai dengan apa yang diinginkan. Atau bahkan terhindarkan dari pilihan-pilihan yang tadinya dikira ada.

Seperti halnya cerita kali ini, seorang teman berkomentar atas apa yang terjadi bahwa cerita ini seperti sinetron saja; "Men, sinetron banget sik..?" hehehe...entahlah, mungkin benar.

Ah, mari kita mulai ceritanya.

Awalnya hanya rasa senang karna sudah bisa membantu satu junior kampus untuk bekerja dalam satu naungan. Lantas semakin dekat karena ternyata kami ditugaskan ke pelosok. Berangkat bersama. Jujur aja, sebagai cowok ngga mungkin ngga bakal suka dengan perempuan - yah, terkecuali yang masuk dalam golongan itu, sih. Terlebih dengan perempuan yang mempunyai sikap baik terhadap kita, kepada orang yang lebih tua dan orang tua dan punya tutur kata yang lembut. Ditambah lagi dengan pengetahuan agama yang cukup, well, pasti membuat banyak cowok kepincut.

Sebenarnya, dua minggu sebelum si junior ini masuk, aku sudah dikenalkan dengan seorang perempuan lain. Di awal perkenalan sudah kukatakan bahwa akan ditugaskan ke luar kota selama setidaknya satu tahun. Dengan dia yang berniat serius untuk menikah dalam waktu dekat, kondisi ini pasti akan sulit. Dengan kondisi ini kubilang padanya bahwa maksimal paling cepat akan ada persiapan pernikahan dalam satu tahun kedepan. Alasannya bukan hanya karena pekerjaan, tapi juga karena ada kakak perempuan yang belum menikah. Karenanya kubilang, jika dia punya pilihan yang lebih rasional, maka dia bebas untuk memilih.

Setelahnya, dengan si junior ini, dari rasa senang berubah menjadi perhatian karna sikapnya yang manja dan selalu mengingatkanku pada adik perempuan yang di Jakarta. Bukan lantas melupakan perempuan di Jakarta itu. Untuk mencegah supaya tidak berpindah hati, sengaja mengenalkannya kepada junior ini. 

Well, hal tak terduga terjadi yang menjungkirbalikkan keadaan dan perasaan. Si junior sakit malaria dan dirawat di rumah sakit selama 3 hari 2 malam. Panik karena belum pernah menghadapi malaria. Karena khawatir terhadapnya, jadilah menunggui di RS selama 2 malam dia dirawat. Disinilah logika hati tertutup dan terjungkir balik. Seluruh perasaan berubah. Dari sekedar perhatian, menjadi sayang dan ingin lebih dari itu. Malah, terucap kalimat yang seharusnya belum keluar.

Lantas, bagaimana dengan yang di Jakarta?
Sebagai seorang laki-laki yang berusaha baik, ketika hubungan diawali dengan pertemuan, maka untuk mengakhirinya pun sebaiknya dengan pertemuan. Ini agar masalah terjelaskan, dan agar tidak ada yang semakin dirugikan. Kenapa dirugikan? Pada salah satu sesi telepon dengannya, dia mengatakan bahwa dia merasa "digantung". Tidak ada kejelasan mengenai hubungan ini kedepannya. Ada pula informasi yang disampaikannya bahwa ayahnya ingin menjodohkan dia dengan anak temannya. 

Situasi ini membingungkannya. Disatu sisi ingin mempertahankan hubungan tapi disisi lain ada orang tua yang tak bisa dibantah. Kukatakan padanya sekali lagi, "Jika kamu punya pilihan yang lebih realistis, maka ambillah. Dan jangan melawan orang tua."

Selepas keluar dari RS, perasaan dengan si junior menjadi semakin nggak terkendali. Sempat aku memintanya untuk "diam" agar aku bisa menata hati dan menata diri juga agar bisa menentukan langkah yang bisa kuambil untuk keduanya. Tapi dia menolak karena dengan begitu dia merasa dipermainkan. Tidak ada maksud untuk mempermainkan. Kuminta "diam" agar dirinya juga tak terus semakin tergantung padaku. Juga agar dia tak menjadi sebab terang kenapa tak melanjutkan yang di Jakarta. Adakah ini salah? Sebab kukatakan pada si junior bahwa keputusan melanjutkan atau tidak pada salah satunya, ditentukan oleh penerimaan oleh saudara dan orang tua. Dan itu pun tak berhenti disitu, bahwa harus ada restu dari orang tua perempuan tak bisa dihindari. Prasyarat ini pun disadari oleh keduanya secara terpisah.

Situasi menjadi tak terkendali hingga mempengaruhi kinerja. Semakin sadar bahwa ini tidak bisa dibiarkan terus, bersebab teguran dari bos karena melakukan kesalahan beberapa kali dan juga teguran dari teman di Jakarta. Hingga akhirnya, terdorong untuk mengambil langkah drastis: menghentikan semuanya. Bersyukur bahwa bos mengambil inisiatif memisahkan kami, baik secara tempat tinggal maupun posisi kerja. Terkatakan pada si junior, "Mulai hari ini, aku menarik semua yang sudah kuucapkan. Berhenti. Dan berusaha untuk fokus pada hal yang seharusnya. Bukan melupakan kamu, tapi hanya melakukan yang seharusnya. Terima kasih sudah masuk dalam hidupku. Soal jodoh, aku tak punya kuasa menentukan. Allah Maha Perencana Yang Baik."

Monday, September 3, 2012

Imam Syafi'i: benarkah kita sudah mengenal beliau?

Dalam ber-Islam saat ini kita mengenal beberapa Mazhab. Salah satunya yang dianut di Indonesia adalah Mazhab Syafi'i. Tetapi, sudahkah kita mengenal beliau dan terlebih Hadist Rasulullah SAW melalui beliau? Sudahkah kita belajar Islam dengan baik? Saya sendiri jujur saja tidak mengenal karya-karya beliau, karenanya saya juga belajar. Mungkin ada baiknya kita menyimak sedikit penyampaian Ustad Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) mengenai Imam Syafi'i berikut ini:

Membaca manaqib (biografi) Imam Syafi'i yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, semakin terasa betapa jauhnya sosok itu. Bertanya-tanya, masih adakah orang yang benar-benar bercermin kepadanya? Kelurusan 'aqidahnya, kehati-hatiannya dan kecintaannya kepada syari'at.

Semakin mempelajari manaqib (biografi) Imam Syafi'i, terasa semakin asing sikap, pendapat, teladan dan kezuhudannya di negeri ini. Andaikata pendapat-pendapatnya diungkapkan, adakah muslimin di negeri ini mnghormatinya? Padahal negeri ini mayoritas mengaku Syafi'iyah. Teringat saat pulang kampung dan bertanyalah saya kepada seorang sahabat yang menyatakan dirinya 100% Syafi'iyah tulen, "Kapan terakhir nama Imam Syaf'i disebut saat berpendapat?" Sahabat ini kaget. "Apakah Ente akrab dengan pendapat & manhajnya?" Termangu lagi.

Bagaimana mungkin seseorang menganggap dirinya Syafi'iyah sedangkan terhadap yang berjilbab besar, ia merasa risih dan mencurigainya? Bagaimana mungkin seorang yang merasa dirinya Syafi'iyah dapat membiarkan istrinya tidak menutup aurat dengan sempurna? Sangat bertentangan. Bagaimana mungkin seseorang merasa dirinya mengikuti pendapat Imam Syafi'i sementara kuburan ditembok tinggi dan menjadi bangunan? Kubur Hadratusy-Syaikh Hasyim Asy'ari adalah contoh yang sesuai. Tidak ditembok, tidak dibangun. Nyaris rata dengan tanah. Saya tidak tahu sekarang.

Bagaimana mungkin seseorang merasa dirinya Syafi'iyah jika ia meninggalkan jama'ah ketika imam Subuh tidak qunut? Padahal, tatkala Imam Syafi'i mengimami shalat di masjid yang tak jauh dari makam Imam Abu Hanifah, beliau meninggalkan qunut untuk hormati Imam Abu Hanifah. Uff! Maafkan saya, pembicaraan melebar dari manaqib (biografi) kepada pendapat Imam Syafi'i. Semoga kita dapat bercermin darinya.

Sikap Imam Syafi'i sangat menarik, mengingat Imam Abu Hanifah wafat bertepatan dengan saat kelahiran Imam Syafi'i. Jadi, keduanya tak pernah bertemu. Perbincangan ini bukanlah soal pemihakan terhadap madzhab, tetapi terutama terkait dengan konsistensi bersikap dan berkeyakinan.

Bahwa tidak pantas seseorang mengaku pengikut Imam Syafi'i, sementara sikap dan perilakunya justru sangat bertentangan dan bahkan bersikap sinis terhadap mereka yang melaksanakan qaul (pendapat) Imam Syafi'i sebagai usaha untuk berislam dengan lebih baik.

Sama anehnya dengan seorang muslim yang dengan mantap berkata bahwa ia berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, tapi ia tak mengenal keduanya. Bagaimana kita akan hidup dengan Al-Qur'an jika bacaannya saja tidak kita kenali? Bagaimana kita akan berpegangan pada Al-Qur'an jika hati ini jauh darinya? Omong-omong, sudah baca Al-Qur'an hari ini?

Allah Ta'ala berfirman, "قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم"  "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad SAW.), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." QS. 3 : 31.

Jalan cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla adalah tunduk mengikuti tuntunan Rasulullah Muhammad SAW. Maka, sudahkah kita mengenalnya? Bagaimana mungkin kita akan mengikuti Nabi SAW. jika tak mengenal sunnahnya, tak mengenal tutur katanya. Maka, marilah sejenak kita bertanya, sudahkah kita membaca hadis Nabi SAW. hari ini? Dan apakah kita merenunginya?

Imam Syafi'i mengingatkan, “Setiap masalah yang di sana ada khabar shahih (hadist) dari Rasulullah (SAW), menurut para ahli (hadist), dan ia bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”

Ketika seseorang datang menemui Imam Syafi'i dan menanyakan tentang hadist Nabi SAW. serta pendapatnya tentang hadist tersebut, Imam Syafi'i berkata: “Langit mana yang akan menaungiku dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkn hadis Rasulullah SAW kemudian aku berpendapat lain…!?

Semoga bermanfaat.

Istikharah; niat, syariat dan tujuan

Mengutip dari kultwit Felixsiauw (@felixsiauw) mengenai istikharah. Semoga bermanfaat untuk yang membaca.


Rasulullah saw mengajari sahabatnya ber-istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Al-Qur'an. Sabda Nabi, “Jika kalian ingin lakukan suatu urusan, shalatlah 2 rakaat selain shalat fardhu, lalu hendaklah berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku maka palingkanlah ia (kejelekan) dariku, dan palingkanlah aku darinya (kejelekan), dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya"-lalu dia menyebut keinginanya- hadits tersebut diriwayatkan Bukhari, Ahmad, Ibnu Hibban, Baihaqi dari Jabir bin Abdullah ra (pic doa) http://t.co/6BBK6Ob0

Dalil shalat istikharah adalah diatas, dan disyariatkan doa ini dilakukan setelah salam dalam shalat yang bukan wajib. Tidak ada ayat khusus yang harus dibaca ketika istikharah, ayat apapun boleh dibaca.

Niat istikharah boleh pula digabung dengan semua shalat sunnah; rawatib, dhuha, tahajjud, tahiyat masjid dll. Misal, setelah shalat sunnah dhuha, maka kita boleh berdoa istikharah sesudah salam.

"Teks hadits menunjukkan bahwa istikharah boleh setelah shalat rawatib, tahiyat masjid, atau shalat sunnah lain" - Imam An-Nawawi.

Jadi jelaslah bahwa istikharah adalah shalat ketika kita sudah memutuskan satu urusan, lalu menguatkan diri dengannya atau satu urusan yang sudah kita putuskan, lalu kita menginginkan agar memantapkan diri dengannya, dengan berdoa pada Allah

"Jika seseorang melakukan istikharah, maka lanjutkanlah apa yang menjadi keinginan dirinya" - Imam An-Nawawi.

Nah, salah kaprahnya kebanyakan kita, menganggap bahwa istikharah ibarat contekan sakti ketika ada soal pilihan berganda. Akhirnya, saat ada pilihan apapun di-istikharahkan, bahkan pilihan-pilihan yang sudah jelas-jelas salah juga di-istikharahkan :)

"Aku mau pacaran sama siapa ya? dia yang rambutnya cepak atau yang keriwil? istikharah dulu ah" | ngawur.

"Aku bingung nih, mau terima lamaran di bank A atau bank B ya? istikharah dulu ah" | sama2 ngawur.

"Aku lagi bimbang nih, besok mau shalat jumat atau nggak ya?" | paling ngawur nih

"Aku galau nih, mau putusin pacar nggak ya? kan udah lama pacaran? istikharah dulu deh? | no comment -_-;a

Lebih parah lagi | "aku udah istikharah, dan aku mimpiin dia, berarti Allah ridha dia jadi pacarku!" | #hening -_-a

Parah juga | "setelah aku istikharah, ternyata aku terbayang-bayang wajahnya, berarti itulah yang Allah tunjukkan!" | #hening -_-a

Dear all, istikharah bukan shalat magic, yang seolah jadi shortcut untuk jawaban, apalagi istikharah dalam perkara maksiat, hehe..

Istikharah memang boleh ketika kita sedang dalam keadaan yang tak cenderung kemanapun, namun harus dipastikan itu hal yang bukan maksiat. Idealnya, istikharah itu untuk mantapkan hati, meminta keridhaan Allah dalam bentuk kemantapan hati, artinya dia sudah memilih. Maka pertanyaannya, bila istikharah bukan untuk memilih pilihan berganda, lalu bagaimana cara memilih seorang Muslim yang bingung?

Islam telah gariskan 5 hukum dalam amal:
1) wajib
2) sunnah
3) mubah
4) makruh
5) haram | semakin keatas semakin baik

Jadi bila diantara 2 pilihan wajib dan sunnah, ya pilih wajib. Ada pilihan antara sunnah dan makruh, ya pilih sunnah. Bagaimana jika ada 2 pilihan yang sama wajibnya? Ya pilih yang lebih urgen. Shalat wajib sama penuhi panggilan orang tua? Ya shalat dulu.

Bagaimana jika ada 2 pilihan yang sama bolehnya? Ya tinggal hitung-hitung manfaatnya yang mana yang lebih gede :)

Ada 2 calon, sama kayanya, sama bangsawannya, sama salihnya, tapi satunya ganteng, ya pilih yang ganteng, hehe..

Bagaimana 2 pilihan sama-sama haramnya? Ya jangan milih, selama belum darurat (kalau nggak milih mati), cari pilihan halal yang lain :)

Nah, jelas ya, jadi pilih dulu, yang mana yang paling cenderung, lalu ber-istikharahlah, minta kemantapan hati. 

Ok, konkritnya, yang sering ditanyakan dalam istikharah kan dalam hal memilih pasangan, ya? Paling penting, nggak perlu istikharah bila belum siap nikah, karena itu berarti niatnya belum serius, pantaskan niat dahulu.

Bila sudah siap nikah, lalu niat ta'aruf, maka lihatlah apa yang calon pasangan Anda miliki, imannya, sikapnya, dan sebagainya. Pilihlah yang menjadi kriteria Anda dalam memilih pasangan. Rasul titik-beratkan agamanya, yaitu keimanan dan pengetahuan Islamnya. Karena yang paham agama pastilah tanggung jawab, dewasa, pengertian, tahu tempatkan diri, sabar, dan setumpuk kebaikan lainnya. Bila penuhi kriteria, ya terima lalu istikharah, bila tidak ya tinggal tolak aja, nggak perlu istikharah lagi. Pemabuk, ajak maksiat pacaran, nggak bisa urus diri, gaya hidup bak anak konglomerat, childish, tolak aja, nggak usah istikharah.

Jadi sekali lagi, istikharah itu untuk mantapkan diri, minta Allah bimbing dalam pilihan kita yang sudah berdasar syariat-Nya. Minta Allah hilangkan kejelekan dari pilihan kita, minta Allah sabarkan kita bila ada hambatan dalam pilihan kita.

Makanya Rasul ajarkan doa "takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya (pilihan kita)".

Dan istikharah nggak selalu dijawab dengan mimpi, karena nggak ada hubungannya istikharah dengan mimpi. Belum tentu pula setelah istikharah lantas ada hambatan, itu berarti Allah nggak ridha. Selama kita tahu pilihan kita berdasar syariat Allah, maka hambatan bisa jadi penambah pahala dan pengurang dosa. Karena itulah kita minta kemantapan diri dengan istikharah setelah kita memutuskan berdasar syariat Allah, agar Allah kuatkan.

Jadi, apapun urusan kebaikan yang ingin kita lakukan, ber-istikharahlah, hadirkan Allah untuk mantapkan hati.

Lantas, bagaimana mau ketahui yang ini baik atau buruk? Nah, ini nggak bisa kalo nggak ikut kajian Islam! hehe.. :)

Wednesday, August 29, 2012

Melanjutkan (Hidup) ?

Teringat kembali dengan apa yang dikatakan oleh dosen saya dulu dalam mata kuliah tentang manajemen informasi. Di dunia ini, hanya satu yang tidak akan pernah berubah dan dia akan selalu seperti itu, hal itu adalah perubahan itu sendiri. Mengapa?

Kalau dicermati, sebagai makhluk hidup semua akan mengalami perubahan, entah apakah itu bertumbuh secara fisik atau berubah secara sifat. Bahkan, pada sesuatu yang bukan hidup pun berubah karena terpengaruh oleh perubahan yang hidup. Jadi, saya percaya bahwa perubahan itu sebuah keniscayaan.

Permasalahannya adalah, apakah kita - atau saya - sebagai manusia hidup bisa atau mampu untuk bergerak melanjutkan. Melanjutkan dari situasi, hal yang saat ini kita jalani? Seorang motivator mengatakan seseorang yang mulai menikmati kenyamanan yang dirasakannya sekarang itu pertanda bahaya dari berhentinya kehidupannya. Manusia itu harus bergerak, katanya, kepada yang baik.


Apa yang kita ketahui sekarang dengan apa yang akan kita ungkapkan kemudian bisa berbeda kenyataannya. Terlebih bila respon yang kita berikan berjeda waktu dari pertama kita menerima informasi tersebut atau melalui perantara. Jeda waktu atau perantara itu lah yang menyebabkan adanya perbedaan.

Pada satu titik, kita bisa saja merasa jenuh atas perjalanan yang dilalui. Seperti halnya jalan, terkadang memang perlu untuk berhenti sejenak di persimpangan. Keperluannya bisa macam-macam. Bisa untuk mempersilakan yang lain lewat dulu di depan kita. Atau untuk menentukan pilihan jalan yang akan dilalui berikutnya. Atau berhati-hati melintas bila persimpangan tersebut sepi, agar tidak terlanggar orang lain dari arah lain di persimpangan tersebut.

Menurut saya, manusia pasti berubah. Secara fisik, itu sebuah keniscayaan. Tapi secara mental, perubahan tersebut bisa terjadi baik secara sadar atau tidak sadar. Jikalau tidak berubah, ada 2 kemungkinan: bebal, atau diawetkan.

Tuesday, August 28, 2012

Taubat

Taubat

Kadang terpikir apakah dengan lagu-lagu yang disajikan oleh para musisi, lantas kita sudah merasa Islami? Benarkah? Ah, saya merasa kurang tepat kalau membahasnya, ada baiknya menyimak ulasan berikut dari Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) mengenai taubat yang disarikan dari kultwit beliau.

Maaf, dengan sedikit meringkas, Bismillah: bahasan tentang taubat akan saya sampaikan sekarang. Mohon check sendiri Arabnya.

“Andai kutahu, kapan tiba ajalku... Ijinkan aku mengucap kata taubat pada-Mu.” Sempat dengar lagu ini. Entah pas atau tidak ingatanku. Saya tidak tahu, kapan lagu ini beredar. Tetapi merasa heran, mengapa lagu ini diputar di sejumlah acara keislaman. Sebagaimana saya merasa bersalah tatkala sebagian orang menyatakan Islami syair lagu yang nyata bertentangan dg Al-Qur’an ini.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang." Dan tidak (diterima taubat) orang-orang yg mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” QS An-Nisa’, 4: 18.

Firman Allah Ta’ala dalam QS An-Nisa’, 4: 18 ini tegas menunjukkan kepada kita bahwa Allah Ta’ala tidak menerima taubat mereka yang menyatakan diri bertaubat, dan bahkan sungguh-sungguh taubat hanya ketika mereka tahu bahwa ajal telah datang menjemput.

Maka, bagaimana engkau akan bersenang-senang dengan keadaanmu dan merasa diri belum saatnya taubat karena berpegang pada syair lagu? Bagaimana mungkin engkau merasa aman dari murka-Nya karena menganggap taubat hanya tepat saat ajal telah amat dekat?

Mari kita ingat sejenak kisah Fir’aun. Manusia yang mempertuhankan dirinya ini tertolak pengakuannya terhadap Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala berfirman: "Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kpd Allah)'".

Demikianlah Allah Ta’ala kabarkan tertolaknya taubat Fir’aun dalam QS. 10: 90. Kemudian di ayat berikutnya, Allah Ta’ala berfirman: “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Sesungguhnya, di dalam Al-Qur’an amat banyak ayat yang menyeru kita untuk segera bertaubat dengan sebenar-benarnya.

“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-A’raaf, 7: 153

“Yang Mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” QS. Al-Mu’min, 40: 3

Hendak berpanjang-panjang, tapi saya dapati diri ini masih amat kurang bekal. @sahabatalaqsha telah bertutur pula tentang #taubat Silakan ikuti.

Demikian. Shodaqallahull'adzim. Semoga bermanfaat.

Monday, August 27, 2012

Mahar (2)

Mahar adalah pemberian yang wajib kepada wanita sebagai syarat nikah. Jika setelah nikah diberikan kepada suami, itu dibolehkan (Qs. An-Nisa’ : 4)

Mahar merupakan syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar tidak sah, meski wanita ridha untuk tidak dapatkan mahar.

Jenis-jenis #mahar : Bisa berupa Harta, Jasa atau Manfaat yg bisa diambil oleh wanita yg akan dinikahi. Antara lain:
a. Harta (materi) dengan berbagai bentuknya. Bisa uang, perhiasan, kendaraan dll
b. Jasa: Nabi Syu’aib menikahkan anaknya dg mahar Musa bekerja pdnya 8 tahun (Qs. Al-Qashash: 27)
c. Manfaat yang bisa diambil wanita, seperti: Keislaman calon suami’ Contoh : Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim (HR. An-Nasa’I). Atau hafalan Al-Qur’an. Nabi menikahkan seorang sahabat dengan mahar beberapa surat Al-Qur’an hafalannya (HR. Bukhari & Muslim)

Mahar adalah hak penuh mempelai wanita. Tidak boleh hak tersebut diambil kecuali bila wanita tersebut merelakannya.

Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Nabi bersabda, Sebaik2 mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan). (HR. al-Hakim).

Hikmah meringankan mahar :Mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur akibat mahar yang tinggi? Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan pemberian mahar yang tergolong tinggi mencapai ratusan juta rupiah.

Wanita mestinya bisa bersikap bijak. Tidak masalah jika laki-laki tersebut mampu dan kaya. Kalau tidak? Terutama jika yg datang adalah laki-laki yang baik agamanya dan bertanggungjawab tapi masih belum mampu.


Banyak wanita terlambat menikah karena maharnya terlalu tinggi sehingga laki-laki harus menabung bertahun-tahun untuk memenuhi maharnya. Padahal Nabi bersabda, Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah. (HR. Abu Dawud)

Tidak boleh suami ingkar terhadap mahar istrinya, karena hal tersebut merupakan sebuah pengkhianatan. Nabi bersabda,Syarat yang paling berhak kamu penuhi adalah persyaratan yang dengannya kalian halalkan seorang wanita (HR. Bukhari)

Demikian sekilas bahasan tentang mahar. Semoga bermanfaat.

Sunday, August 26, 2012

berbincang tentang MENAWARKAN DIRI

Bahasan ini diulas pada 21 Agustus oleh Ust. Moh. Fauzil Adhim (@kupinang).

Sejenak ingin berbincang tentang menawarkan diri. Semoga bermanfaat bagi muslimah yang ingin menjaga agama dan menyempurnakannya.

Menikah merupakan sunnah yang diagungkan oleh Allah. Al Qur’an menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalizha (perjanjian yg sangat berat).

Mitsaqan ghalizha adalah perjanjian yang paling kuat di hadapan Allah. Hanya tiga kali Al-Qur’an menyebut mitsaqan ghalizha.

Hanya untuk tiga perjanjian Allah memberi nama mitsaqan ghalizha. Dua perjanjian berkenaan dengan tauhid, yaitu perjanjian Allah dengan Bani Israel yang untuk itu Allah mengangkat bukit Thursina ketika mengambil sumpah. Sedang yang lain adalah perjanjian Allah dengan para Nabi Ulul Azmi, Nabi yang paling utama di antara para Nabi. Dan, pernikahan termasuk perjanjian yang oleh Allah digolongkan sebagai mitsaqan ghalizha.

Setiap jalan menuju mitsaqan ghalizha dimuliakan oleh Allah. Islam berikan penghormatan yang suci kepada niat dan ikhtiar untuk menikah. Nikah adalah masalah kehormatan agama, bukan sekedar legalisasi penyaluran kebutuhan biologis dengan lawan jenis.

Islam memperbolehkan kaum wanita untuk menawarkan dirinya kepada laki-laki yang berbudi luhur, yang ia yakini kekuatan agamanya, dan kejujuran amanahnya menjadi suaminya. Dan Khadijah adalah teladan pertama bagi wanita yang bermaksud untuk menawarkan diri. Sikap menawarkan diri menunjukkan ketinggian akhlak dan kesungguhan untuk mensucikan diri. Sikap ini lebih dekat kepada ridha Allah dan untuk mendapatkan pahala-Nya. Yakinlah, Allah pasti akan mencatatnya sebagai kemuliaan dan mujahadah (perjuangan) suci. Jika sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan santun, tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat.

Seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan mendalam pasti akan meninggikan penghormatan terhadap mujahadah saudaranya. Tidak akan merendahkan wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini, kecuali laki-laki yang rendah dan tidak memiliki kehormatan kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan. Seorang laki-laki akan sangat hormat, setia dan menaruh kasih sayang mendalam jika ia terima tawaran wanita shalihah untuk menikahi.

Semoga Allah menambahkan kemuliaan dalam keluarganya dan memberikan keturunan yang meninggikan derajat orangtua di hadapan Allah.

Kalau terhalang untuk menerima tawaran, maka pada diri laki-laki akan tumbuh rasa hormat, segan, dan respek terhadapnya.

Sungguh, saya sangat hormat kepada mereka yang berani bermujahadah. Kepada mereka, saya ingin menyampaikan salam hormat saya. Semoga Allah memberi pertolongan dan ridha-Nya kepada kita semua sampai kelak Allah mengumpulkan di akhirat. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan mereka bersama Khadijah di Al Haudh. Allahumma amin.

Saya ingin membahas masalah ini lebih lanjut, mengingat pentingnya masalah ini. Sedang sikap seperti ini merupakan sikap yang dimuliakan. Saat ini cukuplah dengan melihat contoh yang tercatat dalam sejarah. Imam Bukhari menuturkan cerita dari Anas ra.. Ada seorang wanita datang menawarkan diri kepada Rasulullah SAW. dan berkata, “Ya, Rasulullah! Apakah engkau membutuhkan daku?” Putri Anas ra. yang hadir dan mendengar perkataan wanita itu mencela sebagai wanita yang tidak punya harga diri dan rasa malu, “Alangkah sedikit rasa malunya. Sungguh memalukan, sungguh memalukan.” Anas berkata kepada putrinya, “Dia lebih baik darimu. Dia senang kepada Rasulullah SAW, lalu menawarkan dirinya untuk beliau!” HR. Bukhari

Betapa pun demikian, seseorang tidak boleh berlaku serampangan. Perhatikan adab, perhatikan ilmunya sebelum menawarkan diri. Dan tidak ada jalan hidup yang sempurna dan Allah Ta’ala ridhai selain Islam. Maka pelajarilah agama ini.

ZAFAF

Pembahasan mengenai malam awal pernikahan oleh Ust. Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) pada 21 Agustus. Semoga bermanfaat.

InsyaAllah saya akan berbincang tentang nikah, terutama saya peruntukkan bagi yang mau melangsungkan akad nikah besok atau lusa.

Semoga Allah Ta’ala karuniakan taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Kepada Allah Ta’ala saya memohon petunjuk. Sesungguhnya nikah itu termasuk sunnah Rasul. Maka, tempuhlah jalan pernikahan untuk mengikuti sunnah. Jalani pernikahan untuk memuliakan sunnah dan menetapi sunnah. Maka perhatikan sunnah yang mengiringi pernikahan.

Di antara sunnah pada malam zafaf --mudahnya kita sebut malam pertama-- adalah suami membaca do'a dengan mengecup ubun-ubun istri. Hal ini berpijak pada hadist riwayat Abu Dawud. Pun diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Maka ketika saatnya tiba, awalilah dengan bincang lembut. Sekiranya tersedia, segelas susu atau minuman lainnya untuk diminum berdua. Bersikaplah lembut agar salah tingkah itu reda.

Jika hatimu telah siap, letakkan tanganmu di atas kening isterimu yang baru saja engkau nikahi. Kecuplah dan ucapkan basmalah. Lalu bacalah do'a dengan sepenuh pinta kepada Allah 'Azza wa Jalla. Semoga pernikahanmu penuh barakah. Bacalah dan panjatkan do'a: "اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ ، وَأَعُوْذَ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ" HR. Abu Dawud & Ibnu Majah, lafaz ini pada Abu Dawud. "Allahumma inni as aluka khairaha wa khaira ma jabaltaha alaihi wa a’udzubika min syarriha wa min syarri ma jabaltaha alaihi" yang artinya, "Ya Allah, aku memohon kebaikannya & kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya & kejelekan tabiat yang ia bawa."

Disunnahkan bagi kedua mempelai yang baru menikah untuk melaksanakan shalat sunnah 2 raka'at pada malam zafaf. Semoga Allah limpahi barakah.

'Abdullah bin Mas'ud brkata kpd seseorang yg baru menikah, "فَإِذَا أَتَتْكَ فَأَمَرَهَا أَنْ تُصَلِّيَ وَرَاءَكَ رَكْعَتَيْنِ"
“Kalau istrimu datang menghampirimu, maka perintahkanlah dia shalat dua rakaat di belakangmu.” HR. Abu Bakr bin Abi Syaibah.

Berdasarkan atsar para sahabat, dari riwayat Abu Said, maula Abu Usaid, para sahabat radhiyallahu 'anhum mengajarkan shalat sunnah. Para sahabat mengajarkan, "إِذَا دَخَلَ عَلَيْكَ أَهْلُكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ، ثُمْ سَلِّ اللهَ مِنْ خَيْرِ مَا دَخَلَ عَلَيْكَ ، وَتَعَوُّذْ بِهِ مِنْ شَرِّهِ ، ثُمَّ شَأنُكَ وَشَأْنُ أَهْلِكَ"
Para sahabat radhiyallahu 'anhum mengajarkan, "Jika istrimu menghampirimu, maka shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah kebaikan apa yang datang kepadamu, dan mintalah perlindungan kepada Allah dari kejelekannya. Kemudian terserah kepadamu dan istrimu.” HR. Abu Bakr bin Abi Syaibah, sanadnya shahih sampai kepada Abu Sa’id.

Perlu kita pahami terkait ungkapan "jika isterimu datang...". Pada masa itu, seorang perempuan diantar ke rumah suami setelah akad. Hari ini di negeri kita, suami-isteri bahkan langsung bertemu beberapa menit sesudah akad nikah berlangsung. Tak menunggu lama.

Banyak ulama' yang menukil kitab khusus tentang Adabuz Zifaf. Jika pembahasan tentang hal tersebut menunjukkan waktu malam, lebih karena ketika itu suami-isteri baru bertemu pada malam hari. Tapi hari ini situasinya agak berbeda. Wallahu a'lam.

Maka jika engkau rasa waktu malam terlalu lama untuk dinanti, maka ketahuilah bahwa sunnah itu terkait dengan saat ketika engkau pertama berkesempatan dukhul, yakni masuknya engkau berdua di kamar dalam keadaan tertutup & tidak ada halangan untuk melakukan apa yang patut dilakukan oleh suami-isteri yang baru menikah. (Maaf, kalimatnya agak mbulet).

Setelah melaksanakan shalat sunnah 2 raka'at, berdo'alah dengan do'a: اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي مِنْهُمْ، وَارْزُقْهُمْ مِنِّي، اَللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ إِلَى خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ" atau do'a lain.

Saya telah membahas tentang ini di buku Kado Pernikahan untuk Isteriku. Tetapi tentu saja terlalu tebal buat pengantin baru.

Bila engkau bermaksud melakukan hubungan suami-isteri, jangan lupa membaca do'a yang dituntunkan. "بِسْمِ اللهِ ، اَللَّهُمَّ جَنِبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِبِ الشَّيْطاَنَ مَا رَزَقْتَنَا" Muttafaq 'Alaih.
"Bismillah. Allahumma janibnasy syaithaan wa janibisy syaithan ma razaqtana."
“Bismillah, ya Allah, jauhkan syaithan dari kami, dan jauhkan syaithan dari apa yang engkau anugerahkan kepada kami.”

Maaf, saya merasa harus menampilkan do'a berhubungan badan ini karena ternyata banyak ikhwah yang belum tahu sehingga penerbit @proumedia merasa perlu memajang kaligrafi yang berisi do'a ini. Begitu.

Jika suami sudah dukhul (masuk sekamar dengan isteri dalam keadaan kamar tertutup), sunnah bagi mereka untuk menyelenggarakan walimah. Tiga hari setelah dukhul lebih afdhal. Tapi di Indonesia, walimah biasa diselenggarakan tepat sesudah akad. Itu dulu, ya.... Semoga catatan ini dapat menjadi pengingat bagi kita, terutama yang akan menikah.

Zurtum (Kubur)

Bahasan dari ust. Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) di 23 Agustus mengenai kubur dimana kematian dunia hanya sementara. Kubur, hanya sebuah persinggahan. Semoga catatan ini bermanfaat untuk kita semua.

Apakah kubur merupakan tempat peristirahatan terakhir? Tidak. Sekali-kali tidak. Bahkan bagi seorang mukmin pun, sama sekali tidak. Jika engkau mengimani agama ini sepenuh keyakinan, maka tidak patut menyebut, menganggap dan meyakini kubur sebagai peristirahatan terakhir. Sungguh, perkataan bahwa kubur merupakan tempat peristirahatan terakhir hanya pantas diucapkan oleh orang yang tidak meyakini Hari Kemudian.

Tidakkah kita ingat firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat At-Takaatsur? Allah Ta'ala katakan "Hatta zurtumul-maqabir". Kata zurtum bermakna mengunjungi, mendatangi, tapi bukan menetap dan tinggal di dalamnya. Maka, masuk kubur bermakna transit. Ada tujuan berikutnya dan kubur merupakan ruang tunggu sebelum kita berangkat ke Padang Mahsyar untuk pengadilan massal.

Jika engkau merasakan kemacetan 13 atau 24 jam sebagai derita yang menyiksa, maka bayangkan sejenak betapa panjang antrian di Mahsyar. Tak ada tempat untuk istirahat kecuali bagi yang mendapat rahmat. Tak ada tempat untuk membeli minuman. Satu hari di akhirat, betapa lama. Inilah hari ketika matahari didekatkan sehingga panasnya melelehkan keringat hingga membanjir. Maka alangkah beratnya hari itu.

Mari kita renungi sejenak QS. At-Takaatsur yg di dalamnya Allah Ta'ala sebut kata zurtum. Semoga dapat menjadi pengingat bagi kita. "أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ . Bermegah-megahan telah melalaikan kamu." QS. 102: 1.

Bermegah-megahan. Ia bukan bermakna membangun rumah yang megah. Tapi ia terkait dengan mereka yang berbangga-bangga menumpuk harta. Mereka bersibuk dengan kendaraan apa yang engkau punya. Dan sesudahnya, kendaraan apa lagi. Sesudahnya, apalagi yang di atasnya.

Mereka menakar kemuliaan diri dan manusia lain dari seberapa banyak aset yang ia punya. | Adakah itu kita?

Mereka menenggelamkan diri dalam kesibukan yang melenakan dan mereka berbangga-bangga dengannya. | Adakah itu kita?

Apa yg melenakan kita, lalu kita bermegah-megahan dengannya, bisa saja terkait hobby. | O ya, berapa banyak perkutut yang engkau punya?

Kita perlu berhati-hati, meski benda yang suka kita tumpuk-tumpuk adalah radio kuno, sebab kita dapat terkena ayat berikutnya. "حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ . Sampai kamu zurtum (berkunjung, masuk, datang) ke dalam kubur." QS. 102: 2.

Passion yang kita turuti, hobby yang kita tekuni dapat menjadikan kita lupa usia sehingga tak ada yang menghentikannya kecuali zurtum ke kubur.

Allah Ta'ala peringatkan, "كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ Jangan begitu! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)," QS. 102: 3.

Tidak cukupkah peringatan ini? Tidak cukup pulakah peringatan Nabi SAW. tentang keadaan akhir zaman ketika orang beramal akhirat untuk cari dunia?

Maka Allah peringatkan, " ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ Kemudian, jangan begitu! Kelak kamu akan mengetahui." QS. 102: 4.

Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah mengingatkan, "Ini adalah ancaman setelah ancaman!" Sebuah peringatan yang amat ditekankan.

Inilah peringatan bagi orang-orang beriman agar tak menjadikan dunia sebagai hasrat terbesarnya sehingga amal akhirat pun untuk dunia. Inilah peringatan bagi orang-orang beriman agar kecintaannya terhadap sesuatu tidak menjadikannya lalai.

"كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ Jangan begitu! Kalau saja kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin." QS. 102: 5.

Maka betapa pentingnya mengilmui apa yang kita imani. Sudahkah itu ada pada kita?

"لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim." QS. 102: 6.

"ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ Kemudian, kamu pasti akan ditanya atas nikmat yang (kamu terima)." QS.102: 7.

Ingin berpanjang-panjang bahas tentang zurtum, tapi rasanya amat sedikit bekal. Semoga yang sekilas ini bermanfaat.

Wednesday, August 15, 2012

Fitnah

Sebagaimana Ramadhan ini menuju pada penghujung umurnya, demikian pula dengan bumi tempat kita berdiam sekarang akan menuju batas akhirnya. Sesungguhnya musibah terbesar umat ini adalah wafatnya Nabi SAW. Amat besar belas kasihnya kepada kita. Ia menunjuki kita jalan kepada-Nya.

Inilah masa ketika manusia mulai berselisih. Tetapi ketika itu, mereka --para shahabat radhiyallahu 'anhum-- masih dekat dengan petunjuk.

Hari ini kita hidup di masa yang amat jauh dari generasi terbaik. Banyak sunnah yang tak kita kenali, bercampur aduk dengan pendapat sendiri. Atas setiap perbedaan pendapat, kita enggan mencari jawab yang paling sesuai kehendak syari'at. Bahkan, tak lagi mampu bedakan antara perbedaan pendapat dengan penyimpangan pendapat. Padahal keduanya amat jauh beda. Yang pertama perlu kita hormati.

Inilah masa ketika kebodohan merajalela dan 'ilmu semakin memudar, kecuali hanya pada sedikit orang saja. Inilah masa ketika manusia amat mudah mengeluarkan fatwa, bahkan meski ia masih teramat jauh dari faqih. | Telah tibakah masa ini?

Inilah masa ketika 'ulama berlomba mendekat kepada umara', berbangga apabila bermahkotakan kegemerlapan. | Telah tibakah masa ini?

Inilah masa ketika fatwa mudah dikeluarkan demi mendukung hawa nafsu, ambisi dan syahwat. | Telah tibakah masa ini?

Inilah masa ketika umat Islam terbagi-bagi dan mereka terpecah menjadi beberapa kelompok dan golongan. | Telah tibakah masa ini?

Ketika itu manusia mengambil pendapat bukan berdasar kuatnya hujjah dan terangnya dalil, tapi lebih menyandarkan kepada siapa yang berkata.

Dalam persoalan penentuan 'Id misalnya, kita tak bertanya apa pijakan nash-nya, tetapi lebih kepada "ikut siapa".

Inilah yang agama kita menyebutnya sebagai fitnah. Kapankah itu terjadi? Mari kita dengarkan penuturan Ibnu Mas'ud ra.: Rasulullah SAW. bersabda, "Bagaimana dengan kalian jika kalian tertimpa suatu fitnah yang di tengah-tengah fitnah tersebut orang dewasa menjadi tua, anak kecil menjadi tumbuh besar, dan manusia menjadikannya sebagai sunnah? Jika ada sedikit saja dari fitnah itu yang ditinggalkan orang, maka akan dikatakan, "Sunnah telah ditinggalkan?" Mereka (para shahabat ra. yang mendengar penuturan Ibnu Mas'ud ra.) bertanya, "Kapankah itu terjadi?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Ketika ulama' kalian telah pergi, para pembaca Al-Qur'an dari kalian BANYAK, tapi ulama kalian sedikit jumlahnya. Ketika pemimpin kalian cukup banyak, namun orang-orang yang jujur di antara kalian sedikit jumlahnya. Kehidupan dunia dicari dengan amalan akhirat dan ilmu dipelajari untuk selain kepentingan agama." HR. Ad-Darimi

Sekiranya kita hidup di masa itu --ataukah sekarang saatnya-- pembaca Al-Qur'an banyak, tetapi yang menjaga agama ini kurang. Maka ketika engkau mengingini anak-anakmu menjadi penghafal Al-Qur'an, sudahkah engkau siapkan landasannya agar tak salah arah?

Ramadhan segera berakhir. Sebagaimana hidup kita pun akan segera sampai kepada batas akhirnya. Telah amankah kita dari fitnah?

Sesungguhnya tidak ada musibah yang lebih besar melebihi wafatnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Sallam. Rasulullah SAW. bersabda, "Wahai manusia, barangsiapa di antara kalian --atau di antara orang-orang beriman-- ditimpa musibah, maka hendaklah ia menghibur diri dengan mengingat musibah wafatku dibandingkan dengan musibah lain yang menimpa dirinya. Karena sesungguhnya seseorang dari ummatku tidak akan ditimpa musibah yang lebih besar daripada musibah atas wafatnya diriku." HR. Ibnu Majah

Moh. Fauzil Adhim

Sunday, August 12, 2012

Membangun Karakter bagi Anak-anak Kita

Mengutip kultwit kajian dari Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) mengenai membangun karakter anak, berikut kutipannya, semoga bermanfaat bagi Anda, saya, dan semua pembaca.

Jika karakter berbeda dengan perilaku, berbeda pula dengan kebiasaan dan bahkan tata-krama maupun temperamen, lalu apa yang dapat kita lakukan untuk membangun karakter anak-anak kita? Langkah apa yang dapat kita tempuh? Apa yang perlu kita jalani untuk melakukan pndidikan karakter jika pmbiasaan tidak mempengaruhi karakter anak kita, di rumah maupun sekolah?

Apa perbedaan antara karakter dan kebiasaan? Karakter itu serangkaian kualitas pribadi yang membedakannya dengan orang lain. Ia menuntut adanya penghayatan nilai, proses mengindentifikasikan diri dengan nilai-nilai yang diyakini sehingga ia senantiasa berusaha agar bersesuaian dengan nilai yang diyakini dan pada akhirnya terjadi karakterisasi diri. Artinya, karakter merupakan proses berkelanjutn. Karakter cenderung menetap & sulit diubah, tapi bukan berarti sekali terbentuk tak mungkin berubah. Dari karakter itulah -baik atau buruk- lahir berbagai perilaku. Tapi perilaku itu sendiri tidak dapat serta merta kita katakan sebagai karakter. Nah, perilaku yang berulang setiap hari dapat membentuk kebiasaan, meskipun sebagian hanya menjadi perilaku berulang (repeated behavior), yakni manakala perulangan perilaku tersebut terjadi semata karena takut terhadap ancaman. Tidak muncul perilaku tersebut jika ancamannya hilang.

Ini perlu kita perhatikan agar kita tidak cepat-cepat merasa puas tatkala melihat perilaku anak-anak kita. Jangan sampai kita mengira anak-anak telah memiliki kebiasaan yang baik, padahal cuma perilaku berulang semata. Tidak lebih. Ada pelajaran di sini. Karakter itu tidak terlepas dari keyakinan dan penghayatan seseorang terhadap nilai-nilai yang dipeganginya. Adapun perilaku itu cerminannya, tapi perilaku sendiri bukan gambaran yang memastikan karakter, kecuali jika ada serangkaian perilaku lain yang searah. Sederhananya begini. Orang baik akan mudah tersenyum, tetapi murah senyum belum tentu orang baik. Apalagi jika sekedar tersenyum. Bukankah para penipu berhasil mengelabuhi orang lain justru karena senyumnya yang memukau? Bukan karena raut muka yang menakutkan. Lalu darimana kita memulainya?

Izinkan saya menengok apa yang ditulis oleh para ulama’ kita. Mengapa? Karena dalam perbincangan tentang karakter per se, saya sangat kesulitan menemukan sosok yang dapat menjadi model panutan. Padahal ketika kita berbincang tentang budaya karakter, role model (sosok panutan) merupakan salah satu pilar penting. Apakah kita akan menjadikan Lawrence Kohlberg sebagai sosok panutan? Padahal kita tahu, Bapak Pendidikan Karakter ini justru matinya mengenaskan. Ia mati bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri karena krisis karakter. Ini mirip dengan kematian Sigmund Freud. Meski “bukan” bunuh diri, tapi Bapak Kesehatan Mental ini mati dengan euthanasia (suntik mati) atas permintaan sendiri akibat depresi yg ia alami.

Lalu istilah apa yang bersesuaian dengan karakter? Sepanjang saya pahami, istilah terdekat dengan karakter adalah akhlaq ( أخلاق ), jamak dari khuluq (خلق ). Khuluq adalah bentuk, sifat dan nilai-nilai yang berada pada wilayah batin. Ini menarik untuk kita cermati, sebab ketika kita memaksudkannya sebagai aspek lahiriyah, ia adalah khalq. Begitu Ibnu Manzhur menuturkan. Ia menunjukkan bahwa khuluq -terpuji maupun tercela- akan tercermin dalam khalq yang berupa perilaku dan sifat-sifat lahiriyah. Ini berarti pula bahwa yang harus kita perhatikan bukan hanya perilaku yang tampak, tapi apa-apa yang darinya tercermin dalam bentuk perilaku. Menurut Imam Qurthubi, akhlak adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.

Dalam peristilahan sekarang, adab meliputi manner & etiquettes.  Ia bukan skdar serangkaian perilaku. Di dalamnya juga terkandung sikap. Ini berarti proses pembentukan adab (ta’dib) memerlukan beberapa unsur, yakni menumbuhkan sikap batin yang baik, melakukan serangkaian pembiasaan terkait, menanamkan ilmu sehingga perilaku yang muncul sebagai kebiasaan bukan hanya bersifat fisik dan mekanik, menumbuhkan motivasi serta menunjukkan fadhilah dari adab tersebut.

Dalam Ta’limul Muta’allim karya Syaikh Burhanuddin Az-Zurjani, adab merupakan pilar utama menuntut ilmu. Agar seseorang dapat menuntut ilmu dengan baik, hal pertama yang harus dimiliki oleh murid sekaligus ditumbuhkan oleh guru adalah adab. Proses pembentukan adab (ta’dib) merupakan tahap penting menyiapkan murid menuntut ilmu sekaligus menumbuhkan akhlak mulia dalam diri mereka.

Adab merupakan pilarnya & keyakinan pada dien merupakan fondasi yang sangat penting. Keyakinan itu bersifat afektif. Bukan kognitif. Jika keyakinan telah tumbuh, maka pemahaman secara kognitif akan menguatkannya. Sebaliknya tanpa menyadari dan meyakini, pemahaman yang mendalam pun tidak mempengaruhi sikap, apalagi sampai ke perilaku. Nah, yang terjadi sekarang, begitu masuk sekolah anak-anak langsung belajar. Tak ada penyiapan mental. Tak ada proses membentuk adab pada diri mereka sehingga tak ada kesiapan belajar, pun tak ada bekal awal untuk membentuk akhlak dalam diri mereka. Begitu masuk sekolah, serta merta mereka harus belajar untuk tujuan akademik sebelum sikap dan motivasi belajar mereka dibangun. Padahal sekolah seharusnya menyiapkan mereka terlebih dulu untuk memiliki sikap dan motivasi belajar yang baik. Ada proses perubahan terencana; secara mental mereka punya motivasi akademik yang baik, sedangkan dari tata krama & etiket mereka punya kesiapan belajar.

Menarik untuk kita renungkan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak. Tetapi apakah yang dilakukan di masa awal risalah dakwahnya? Bukan akhlak yang lebih dulu dibangun, tapi aqidah! Apa artinya? Akhlak merupakan cerminan keyakinan yang telah melekat kuat dalam jiwa. Bukan karena bagusnya pemahaman, tapi karena kuatnya penghayatan. Ia menyandarkan diri pada nilai-nilai tersebut & berusaha secara sengaja bertindak & menjalani kehidupan sehari-hari sesuai apa yang ia imani. Boleh jadi seseorang adakalanya bertindak yang tidak sesuai dengan keyakinannya, tapi ia melakukannya bukan dengan ringan hati.

Ada yang perlu kita renungkan tentang pendidikan anak-anak kita. Ada yang harus kita kaji kembali apakah sekolah-sekolah kita sudah melaksanakan proses ta’dib secara sadar, sengaja dan terencana. Jika ta’dib pun tidak, nyaris tak ada yang bisa kita harapkan. Dan ini merupakan tanggung-jawab seluruh unsur sekolah, terlebih guru yang setiap hari bertemu anak-anak. Jika adab hanya menjadi tanggung-jawab guru yang mengampu pelajaran agama & budi pekerti, maka ketahuilah bahwa di sekolah tersebut tak ada pendidikan. Ia hanya lembaga kursus yang bernama sekolah. Dan ini bukan pendidikan yang sebenarnya (the real education). Semoga catatan sederhana ini ada manfaatnya. Mohon nasehat & do'anya. Mohon koreksi atas yang salah.

ZAMZAM

Mengutip kultwit kajian dari Moh. Fauzil Adhim (@kupinang) mengenai keutamaan air zamzam, berikut kutipannya, semoga bermanfaat bagi Anda, saya, dan semua pembaca.

Inilah sebaik-baik air di muka bumi. Penghilang dahaga bagi tenggorokan yang kering & makanan bagi yang lapar. Telah bersabda Nabi SAW., “خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْدِ اْلأَرْضِى مَاءُ زَمْزَمَ” yang artinya “Sebaik-baik air yang ada di muka bumi adalah air zamzam.” HR. Ath-Thabrani.

Teringat aku pada Abu Dzar ra. Ia mndatangi Masjidil Haram & tinggal di sana selama 30 hari, siang & malam, karena ingin masuk Islam. Bertanyalah Nabi SAW kepadanya, “Siapakah yang telah memberimu makan?” Begitu Imam Muslim meriwayatkan dalam hadis shahihnya. Maka Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata, “Aku tidak mempunyai makanan kecuali air zamzam, lalu aku menjadi gemuk hingga berlemak, perutku berlipat-lipat, aku tidak mendapatkan tanda-tanda kelaparan di atas dadaku. Maka berkatalah Nabi SAW, “Sesungguhnya ia (air zamzam) dibarakahi, (pun) ia merupakan makanan berselera.

Berlama-lama di dua masjid yang penuh barakah, seraya berpuas-puas mereguk zamzam dengan penuh keyakinan, betapa bugar badan ini terasa. Kepayahan karena sa'i yang terlupa niatnya di putaran kelima, pulihnya lebih cepat terasa dengan berbanyak minum zamzam tanpa ragu.

Sama-sama meminum zamzam, amat berbeda antara yg meniatinya untuk memuliakan sunnah sehingga bernilai ibadah dengan sekedar mengobati haus. Sama-sama air, sangat berbeda antara mereka yang meminumnya karena desakan iman dengan yang mereguknya karena kehausan semata. Berkata Nabi saw., "زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ" yang artinya, "Zamzam menurut apa yang dimaksudkan peminumnya" HR. Ibnu Majah. Maka tiap kali engkau meminumnya, perhatikanlah adakah doanya telah engkau panjatkan sepenuh pinta? Bukan sekedar engkau baca.

Tiap berkesempatan ziarah ke Baitullah, berbanyaklah minum zamzam karena mencintai sunnah. Sesudah thawaf maupun di tengah berbagai kesibukan. Tidak mengapa jika engkau harus minum dengan berdiri, misalnya di tengah sa'i, bersebab sulitnya duduk dengan baik dan tenang. Berkata Ibnu Abbas ra., “Aku telah memberi minum kepada Nabi SAW dari zamzam lalu beliau meminumnya sedang beliau dalam keadaan berdiri.” HR Bukhari & Muslim.

Berbanyak meminum zamzam karena iman merupakan salah satu bentuk tabarruk yang dibolehkan. Maka minumlah dengan kelurusan maksud. Janganlah engkau mencela orang-orang yang berbanyak meminum zamzam karena mengharap barakah dari Allah. Bukankah ia adalah air yang penuh barakah? “Sesungguhnya tanda antara kita dengan orang-orang munafik adalah bahwasanya mereka tidak memperbanyak minum air zamzam.” HR. Ibnu Majah.

Jangan lupa, perhatikan adab dalam meminum zamzam sebagaimana pula kita perhatikan adab berdo'a. Semoga yang ringkas ini brmanfaat. Dan tidaklah kita bertabarruk kecuali dengan landasan nash yang jelas dan berpijak pada aqidah yang lurus. Semoga.

Friday, August 10, 2012

Demi, Kata

@felixsiaw

lisan yang terjaga adalah tanda dari iman yang berharga | tak menghitam seperti jelaga, tak terkotori rasa curiga

hak saudara atasmu adalah selamat, baik dengan lisan atau berbuat | bila semua berdasarkan rahmat, insyaAllah akan selamat

syaitan menyusup berbagai rupa, selalu buat kita lupa | mungkin lisan dianggap ringan tiada mengapa, tapi Allah menghisab tiada alpa

berbuatlah baik, atau berlisanlah menarik | karena surga tercipta berbilik-bilik, semoga salah satunya buat kita laik

apa yang tersimpan dalam dada, tak mampu dijangkau oleh mata | karenanya lisan menjadi penanda, wajar orang menilai lewat kata

belajar baik dalam lisan, adalah sebagian dari iman | begitu indah diturunkan bahasa Al-Qur'an, tak bisakah sedikit mengambil pelajaran?

bila kami salah berbuat, berilah kami nasihat | bila kami tersesat, sudi bagi kami jadi pengingat

lisan yang baik mengena hati, tentulah belum pasti | tapi ia sudah jadi niat diri, dan jadi amal tersendiri di hari nanti

Thursday, August 9, 2012

Doa untuk Anak

Allahummaj'al aulaadana kulluhum shaalihan wa thaa'atan..
Artinya: ya اَللّهُ jadikanlah anak2 ku orang yg sholeh ...
wa ummuruhum thowiilan: panjangkanlah umurnya.
war zuqhum waasi'an: luaskan /lapangkan rezkinya.
wa 'uquuluhum zakiyyan : cerdaskan akalnya
wa quluubuhum nuuran : dan terangilah kalbunya.
wa 'uluumuhum katsiiran naafi'an : karuniakan/berikanlah 'ilmu yg banyak dan bermanfa'at.
wa jasaaduhum shihhatan wa 'aafiyatan: sehatkanlah jasmaninya.
Birahmatika yaa arhamar raahimiin: dengan rahmat Mu yang Pengasih lagi Penyayang.

Wednesday, August 8, 2012

Menikahlah

Kultwit siang @kupinang, hari ini tentang menyegerakan nikah.

Maka, apakah yang menghalangimu untuk melangkah menuju pernikahan wahai para lajang?

Jika ridha Allah Ta’ala yang engkau cari & keselamatan akhirat yang engkau harap, tak ada keutamaan menunda-nunda pernikahan tanpa sebab syar'i. Sebab jika keinginan terhadap lawan jenis sudah sedemikian kuat, maka menyegerakan menikah merupakan bagian dari upaya menyelamatkan iman.

Ataukah engkau merasa aman, padahal boleh jadi hari-hari yang engkau lalui adalah catatan maksiat kepada-Nya.

Jika rasa aman yg memenuhi dadamu, padahal keadaanmu amat dekat dg maksiat, maka ingatlah sejenak sebuah hadis qudsi riwayat Al-Bazzar: “Allah Ta’ala berfirman, “Demi keperkasaan & kemuliaan-Ku, Aku tidak akan satukan 2 rasa aman & 2 rasa takut pada diri seorang hamba-ku; jika dia merasa aman dari-Ku saat di dunia, maka Aku akan menjadikannya takut pada hari Aku mengumpulkan hamba-hamba-Ku, dan jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan menjadikannya merasa aman pada hari Aku mengumpulkan hamba-hamba-Ku.” HR. Al-Bazzar. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Hadis Shahih, hadis ini tergolong hasan.

Ataukah engkau menunda-nunda pernikahan karena takut maharmu tak setinggi yang menjadi pembicaraan orang? Padahal Nabi saw. tak ajarkan!

NUH

Dikutip dari kultwit @kupinang

Apa yang salah pada Nabi Nuh ‘alaihissalam? Ia seorang nabi sekaligus utusan Allah ‘Azza wa Jalla. Imannya jangan ditanya, sudah tentu sangat terjaga. Tidak mungkin ada nabi yang imannya meragukan. Hidupnya selalu dalam petunjuk karena Allah Ta’ala sendiri yang membimbingnya. Akhlaknya? Pasti mulia.

Bagaimana mungkin seseorang menjadi nabi dan menebar dakwah kemana-mana jika ia tidak memiliki akhlak yang luar biasa baiknya? Seorang nabi sudah jelas amat kuat penjagaannya dari hal-hal yang meragukan (syubhat). Apalagi dari yang haram. Tetapi apakah semua kemuliaan itu menjadikan anaknya berada dalam barisan orang-orang yang beriman? Tidak. Justru sebaliknya, putra nabi Nuh menjadi pendurhaka. Hingga detik-detik terakhir hidupnya, ia masih diseru oleh ayahnya (nabi Nuh ‘alaihissalam) untuk masuk dalam barisan orang beriman. Tetapi ia menolak.

Marilah kita kenang percakapan Nabi Nuh ‘alaihissalam dengan putranya sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an: “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yg jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami & janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."

Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!"

Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang".

Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yg ditenggelamkan.” QS. 11: 42-43.

Apa yang bisa kita renungkan dari ayat tersebut? Banyak hal. Salah satunya adalah pelajaran berharga betapa kita tidak kuasa untuk menggenggam jiwa anak-anak kita sendiri. Betapa pun amat besar keinginan kita untuk menjadikan anak-anak kita termasuk golongan orang beriman, tetapi kita tidak punya kekuatan untuk menggerakkan jiwa mereka. Kita hanya bisa mempengaruhi mereka, mendorong mereka dan menyeru mereka kepada kebaikan. Kita hanya dapat bermunajat kepada Allah Ta’ala yang jiwa mereka dalam genggaman-Nya.

Dari ayat ini kita juga belajar tentang tulusnya cinta seorang ayah kepada anak. Betapa pun anaknya telah melakukan kedurhakaan yg nyata, seorang ayah tetap masih memiliki tabungan harapan yang sangat besar agar anaknya kembali kepada jalan takwa. Betapa pun tampaknya sudah hampir tak mungkin, seorang ayah masih akan berusaha memanfaatkan detik-detik terakhir kesempatan untuk mengingatkan, menasehati dan menyelamatkan anaknya. Meskipun telah jelas kekufuran melekat kuat pada anaknya, masih ada harapan yang besar agar ia kembali ke jalan Allah. Masih ada do’a-do’a yang terucap untuk memohon pertolongan-Nya.
Ada yang perlu kita renungkan. Ada yang perlu kita telusuri untuk menemukan jawaban. InsyaAllah kita lanjutkan perbincangan pada bagian kedua seraya mengharap taufik, hidayah dan inayah Allah Ta’ala.

###################

Apa yang salah pada Nabi Luth ‘alaihissalam? Ia seorang nabi. Setiap langkahnya memperoleh bimbingan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Tutur katanya penuh dengan hikmah. Tidaklah berucap kecuali yang bermanfaat. Tidak pula bertindak kecuali kebaikan. Tentang imannya jangan ditanya. Seorang nabi tentu saja paling kuat imannya, paling baik ibadahnya & paling ketat dlm menjaga diri. Andaikata seribu orang paling shalih di zaman kita ini menghabiskan umurnya untuk berdo’a dan beribadah, niscaya tak ada yang sanggup mengalahkan keimanan dan kekhusyukan nabi Luth. Lalu apa sebabnya iman tercerabut dari rumah utusan Allah ‘alaihimas salaam ini? Istri yg tidak memiliki kendali iman dalam dirinya.

Allah Ta’ala jadikan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimas salaam sebagai contoh bahwa iman tak bisa ditegakkan, anak-anak tak bisa diharapkan, kebaikan tak bisa hadir di rumah kita jika istri rapuh imannya dan lemah pendiriannya. Segigih apa pun kita mendidik anak, awalnya harus menyiapkan istri kita untuk mampu menjadi ibu yang belaian tangannya dipenuhi pngharapan terhadap pahala dari Allah Ta’ala; yang tutur katanya dipenuhi keinginan untuk menjadikan anak-anak mencintai dien; yang do’anya menembus kegelapan malam demi mengharap pertolongan Allah Ta’ala agar hati anak-anaknya diterangi oleh iman yg kuat.

Karenanya, kunci pertama melahirkan anak-anak shalih adalah menyiapkan calon ibu bagi anak-anak kita. Kunci untuk mencetak generasi yang beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah dengan mencintai istri kita sepenuh hati. Sebab dialah yang akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anak kita. Bukan sekedar sebagai ibu kandung yang melahirkan dan sesudah itu orang lain yang mengurus anak-anaknya.

Sesungguhnya, setiap anak kita memerlukan tiga ibu. Setiap bapak harus menjamin bahwa anak-anaknya memiliki tiga ibu, yakni ibu kandung, ibu susu yg beri makan bayinya dengan air susunya sendiri (bukan susu sapi) & ibu asuh yang menjadi madrasah pertama bagi anak kita. Seyogyanya tiga fungsi ibu ini berada dalam satu pribadi, yakni istri yang melahirkan anak-anak kita. Tetapi sekiranya tidak bisa, masih ada jalan yang Allah Ta’ala berikan, yakni mengangkat ibu susuan dengan segala kehormatannya. Adapun pengasuhan, ada berbagai kewajiban yang harus kita tunaikan.

‘Alaa kulli haal, mari kita renungkan kembali bahwa berpayah-payah dalam berdakwah tidak cukup untuk mengantarkan anak-anak kita agar memiliki iman yang kuat dan ‘aqidah yang lurus. Khusyuknya do’a kita tidak cukup untuk menjadikan anak kita ahli ‘ibadah.

Penuhnya luka di sekujur badan karena memperjuangkan agama Allah ‘Azza wa Jalla, yakni al-Islam ini, tidak cukup untuk melahirkan generasi mujahid yang siap mengorbankan hidup dan hartanya untuk menolong agama Allah. Begitu pula banyaknya ilmu yang kita dapat melalui usaha sungguh-sungguh, tidak cukup untuk membawa anak kita dekat dengan agama. Apalagi jika bekal kita sekedar power point. Bukan ilmu yang kejar dengan penuh kesungguhan.

###################

N.B : Untuk perenungan para suami dan ayah.

Monday, August 6, 2012

"Mewaspadai Sikap terhadap Amal dan Pahala" oleh Moh. Fauzil Adhim (@kupinang)


Selama angan dan pendapatmu masih dalam benak, maka engkaulah yang memeganginya. Tapi sekali engkau lepaskan kalimatmu, maka ia dapat berlarian kemana saja di luar kendalimu dan terus-menerus mempengaruhi manusia hingga beratus tahun sesudah kematianmu. Maka perhatikanlah ucapanmu, adakah ia menegakkan kebenaran atau justru merendahkannya. Sebab tiap-tiap kata ada tanggung-jawabnya. Sungguh, ada ucapan yang terlepas ringan, tapi besar akibatnya. Kita tak menganggapnya sebagai kemungkaran, tapi ia menghanguskan kebaikan kita.

Ingatlah sabda Nabi saw., "مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ"  “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yg ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” HR. Bukhari.

Maka atas setiap bertambahnya followernya, janganlah engkau menepuk dada karena boleh jadi ia akan memberatkan hisabmu di Yaumil-Qiyamah. Amat jauh kita dari ilmu. Amat jauh pula rentang waktu kehidupan kita dengan generasi yang Allah Ta'ala ridhai mereka.

Generasi shahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in senantiasa merasa mengkhawatiri imannya, khawatir pula kalau tak ada amal yang diterima. Maka mereka tak berani bersombong di hadapan Allah Ta'ala dg mengandalkan amal-amalnya. Mereka amat berhati-hati agar amalnya tak rusak.

Betapa amat berbedanya dengan kita yang hidup sekarang ini. Amat malu rasanya ketika ada yang bertanya, bukankah kita bisa meminta sebagian pahala amal kita di dunia, dan sebagiannya untuk akhirat. Astaghfirullah, seakan amal mereka pasti diterima. Seakan amal mereka sudah terlalu banyak. Seakan Allah Ta'ala seperti sebagian birokrat kita: tak mau memberi kecuali jika kita sudah memberi. Astaghfirullah.... Alangkah buruk persangkaan kita kpd Allah 'Azza wa Jalla. Dan alangkah sombongnya kita sehingga mereka diri terlalu mulia. Kita merasa berhak mndapatkan apa yg kita minta krn merasa telah beramal. Bukan berharap dengan sungguh-sungguh karena yakin Allah Maha Pemurah.

Betapa amat berbedanya kita dengan 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu. Ia tak jadi menikmati hidangan berbuka puasa nafilah karena terkenang Mush'ab bin 'Umair radhiyallahu 'anhu. Amat besar rasa khawatirnya kalau tak ada bagiannya di akhirat.

Sementara hari ini banyak kaum muslimin yang merasa amalnya telah berlebihan sehingga meminta pahala sebagian di dunia. Seakan Allah tak lagi melimpahinya rezeki. Dan sungguh, persangkaan yang buruk kepada Allah Ta'ala semacam ini menyebar karena kata-kata yang keluar tanpa menghitung akibatnya. Renungi sejenak sabda Nabi saw., ...إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِ “Sesungguhnya seorang yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka أَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ "yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” HR. Bukhari & Muslim.

Thursday, August 2, 2012

Mahar

Dikutip dari KulTwit akun @kupinang dan @salimafillah yang ditanya mengenai mahar Rasulullah. Berikut kutipannya:

Tapi bagaimana ust. (mengenai) mahar Rasulullah kepada Khadijah? bukankah nilainya sangat besar?

Ada beberapa hal yang perlu kita pertanyakan. Pertama, adakah riwayat yang memenuhi standar untuk dijadikan pegangan? Bagaimana kedududkan riwayat tersebut? Shahih?

Kedua, mungkinkah Rasulullah saw. termasuk orang yg bertentangan antara kata dan perbuatan? Sungguh, Rasulullah saw. ma'shum. Ma'shum berarti beliau terjaga dari berbuat maksiat, tak terkecuali bermaksiat karena mengingkari ucapannya sendiri.

Ketiga, seandainya (dan pengandaian itu tak dapat menjadi pegangan hukum) riwayat yang menyebut mahar yang beliau berikan luar biasa besar, ada dua pertanyaan lagi yang perlu kita ajukan. Pertama, itu mahar Muhammad saw. atau Rasulullah saw.? Sebelum bi'tsah (pengangkatan beliau sebagai nabi), maka ucapan dan tindakan beliau bukan merupakan acuan hukum. Kedua, bagaimana mereka mengkonversikan mahar tersebut sehingga menemukan angka milyaran rupiah? Ini harus adil dan benar.

Contoh sederhana, upah menggembala kambing pada masa Muhammad saw. beliau adalah beberapa qirath emas. Standar upah itu sebagaimana kita jumpai pada HR Bukhari tatkala Rasulullah saw. bersabda setiap nabi pernah menggembala kambing. Artinya, beberapa qirath emas merupakan standar upah menggembala kambing DI MASA ITU. Di masa sekarang?!? Lain ceritanya. Mana yang lebih mahal, Fortuner atau tanah 1 hektar? Sangat tergantung tempatnya. Begitu pun nilai sapi per ekor.

Jadi, kita perlu berhati-hati dalam membuat konversi. Apalagi jika mengabaikan riwayat, lalu bersibuk dg nilai konversi yang kita persangkakan menurut "nilai" di sini dengan mengabaikan nilai di sana pada waktu itu.

Mengabaikan riwayat dan menyibukkan diri pada nilai konversi yang kita persangkakan, dapat menjatuhkan kita pada kategori dusta. Dan di antara dusta yang amat buruk adalah berdusta atas nama nabi. Na'udzubillahi min dzaalik. Jazaakumullah atas pertanyaannya. Semoga Allah Ta'ala muliakan Antum bersebab keinginan untuk mengenal Nabi saw. dengan benar. Semoga pula Allah Ta'ala masukkan kita semua ke dalam barisan orang-orang yang mengikuti Nabi saw. dengan benar.

Sesungguhnya Ibnu 'Abbas ra. pernah ditanya, "Dengan apakah engkau mendapatkan ilmu?" Beliau menjawab, "Dengan lisan yang banyak bertanya, hati yg selalu berpikir & badan yang tak kenal lelah."

(sementara dalam riwayat lain)

Ibn Hisyam meriwayatkan Sirah-nya dari Ibn Ishaq; Khadijah menghibahkan 100 unta kepada Abu Thalib menjelang pernikahannya dengan Muhammad. Abi Thalib yang memahami bahwa Khadijah adalah wanita bangsawan berkedudukan tinggi yang selaiknya dimuliakan, menjadikan 100 unta itu sebagai hadiah bagi pernikahan Muhammad & Khadijah. Jadi 100 unta itu bukan mahar; melainkan hadiah Abu Thalib untuk pernikahan Muhammad demi penghormatan pada Khadijah; pun itu berasal dari hibahnya Khadijah. WaLlahu A'lam. Semoga Allah membimbing kita meneladani Nabi SAW dengan fahaman yang lurus & diridhai. Takutnya banyak yg lupa bahwa saat menikah dg Khadijah, Muhammad blm jadi Nabi. Jadi tidk harus ditiru :)

Takutnya banyak yg fokus pada mahar Nabi, tapi lupa akan shalat Nabi dan zuhudnya, dan terjebak worldview materialisme. Sungguh kejam jika siroh Nabi dijadikan justifikasi tuk berlari kencang menuju sujud pada materi. Mengapa fokus pada masa pra wahyu dan mengabaikan masa turunnya wahyu?