Thursday, November 22, 2012

cerita malam


Bismillah.

Perjalanan hidup memang tidak bisa ditebak. Walau sudah berencana, toh Allah pula yang menentukan apa yang bakal terjadi.

Apa-apa yang diharapkan seringkali nggak sesuai dengan apa yang diinginkan. Atau bahkan terhindarkan dari pilihan-pilihan yang tadinya dikira ada.

Seperti halnya cerita kali ini, seorang teman berkomentar atas apa yang terjadi bahwa cerita ini seperti sinetron saja; "Men, sinetron banget sik..?" hehehe...entahlah, mungkin benar.

Ah, mari kita mulai ceritanya.

Awalnya hanya rasa senang karna sudah bisa membantu satu junior kampus untuk bekerja dalam satu naungan. Lantas semakin dekat karena ternyata kami ditugaskan ke pelosok. Berangkat bersama. Jujur aja, sebagai cowok ngga mungkin ngga bakal suka dengan perempuan - yah, terkecuali yang masuk dalam golongan itu, sih. Terlebih dengan perempuan yang mempunyai sikap baik terhadap kita, kepada orang yang lebih tua dan orang tua dan punya tutur kata yang lembut. Ditambah lagi dengan pengetahuan agama yang cukup, well, pasti membuat banyak cowok kepincut.

Sebenarnya, dua minggu sebelum si junior ini masuk, aku sudah dikenalkan dengan seorang perempuan lain. Di awal perkenalan sudah kukatakan bahwa akan ditugaskan ke luar kota selama setidaknya satu tahun. Dengan dia yang berniat serius untuk menikah dalam waktu dekat, kondisi ini pasti akan sulit. Dengan kondisi ini kubilang padanya bahwa maksimal paling cepat akan ada persiapan pernikahan dalam satu tahun kedepan. Alasannya bukan hanya karena pekerjaan, tapi juga karena ada kakak perempuan yang belum menikah. Karenanya kubilang, jika dia punya pilihan yang lebih rasional, maka dia bebas untuk memilih.

Setelahnya, dengan si junior ini, dari rasa senang berubah menjadi perhatian karna sikapnya yang manja dan selalu mengingatkanku pada adik perempuan yang di Jakarta. Bukan lantas melupakan perempuan di Jakarta itu. Untuk mencegah supaya tidak berpindah hati, sengaja mengenalkannya kepada junior ini. 

Well, hal tak terduga terjadi yang menjungkirbalikkan keadaan dan perasaan. Si junior sakit malaria dan dirawat di rumah sakit selama 3 hari 2 malam. Panik karena belum pernah menghadapi malaria. Karena khawatir terhadapnya, jadilah menunggui di RS selama 2 malam dia dirawat. Disinilah logika hati tertutup dan terjungkir balik. Seluruh perasaan berubah. Dari sekedar perhatian, menjadi sayang dan ingin lebih dari itu. Malah, terucap kalimat yang seharusnya belum keluar.

Lantas, bagaimana dengan yang di Jakarta?
Sebagai seorang laki-laki yang berusaha baik, ketika hubungan diawali dengan pertemuan, maka untuk mengakhirinya pun sebaiknya dengan pertemuan. Ini agar masalah terjelaskan, dan agar tidak ada yang semakin dirugikan. Kenapa dirugikan? Pada salah satu sesi telepon dengannya, dia mengatakan bahwa dia merasa "digantung". Tidak ada kejelasan mengenai hubungan ini kedepannya. Ada pula informasi yang disampaikannya bahwa ayahnya ingin menjodohkan dia dengan anak temannya. 

Situasi ini membingungkannya. Disatu sisi ingin mempertahankan hubungan tapi disisi lain ada orang tua yang tak bisa dibantah. Kukatakan padanya sekali lagi, "Jika kamu punya pilihan yang lebih realistis, maka ambillah. Dan jangan melawan orang tua."

Selepas keluar dari RS, perasaan dengan si junior menjadi semakin nggak terkendali. Sempat aku memintanya untuk "diam" agar aku bisa menata hati dan menata diri juga agar bisa menentukan langkah yang bisa kuambil untuk keduanya. Tapi dia menolak karena dengan begitu dia merasa dipermainkan. Tidak ada maksud untuk mempermainkan. Kuminta "diam" agar dirinya juga tak terus semakin tergantung padaku. Juga agar dia tak menjadi sebab terang kenapa tak melanjutkan yang di Jakarta. Adakah ini salah? Sebab kukatakan pada si junior bahwa keputusan melanjutkan atau tidak pada salah satunya, ditentukan oleh penerimaan oleh saudara dan orang tua. Dan itu pun tak berhenti disitu, bahwa harus ada restu dari orang tua perempuan tak bisa dihindari. Prasyarat ini pun disadari oleh keduanya secara terpisah.

Situasi menjadi tak terkendali hingga mempengaruhi kinerja. Semakin sadar bahwa ini tidak bisa dibiarkan terus, bersebab teguran dari bos karena melakukan kesalahan beberapa kali dan juga teguran dari teman di Jakarta. Hingga akhirnya, terdorong untuk mengambil langkah drastis: menghentikan semuanya. Bersyukur bahwa bos mengambil inisiatif memisahkan kami, baik secara tempat tinggal maupun posisi kerja. Terkatakan pada si junior, "Mulai hari ini, aku menarik semua yang sudah kuucapkan. Berhenti. Dan berusaha untuk fokus pada hal yang seharusnya. Bukan melupakan kamu, tapi hanya melakukan yang seharusnya. Terima kasih sudah masuk dalam hidupku. Soal jodoh, aku tak punya kuasa menentukan. Allah Maha Perencana Yang Baik."