Friday, November 29, 2019

Mengejar Kenangan, Berakhir Tepar


Wiken suntuk, bingung mau ngapain. Kepikir buat ngebolang cari pantai supaya sesak bisa berkurang.

Engine start, terpikir satu tempat; sang mantan yang ditikung oleh takdir. Kemudian tempat kedua, karena penasaran dengan pemandangan pantainya yang landai dan panjang. Maka bergeraklah menyusuri jalanan.

Dimulai dengan seting perjalanan melalui G-Maps dan HereMaps. Pakai Gmaps untuk liat traffic main road sementara HereMaps buat jaga2 kalo sinyal internet bapuk ga ketulungan. Rute yang dipilih melalui tol JORR lalu sambung ke tol Jakarta-Merak dengan keluar di GT Cikande. Kemudian menyusuri jalan utama Cikande – Jawilan yang lumayan lebar menuju satu tempat: Pesantren Modern Darel Azhar Rangkasbitung. Gas terus sampai lupa seharusnya pitstop buat recharge energi badan. Cuma karna terlalu fokus jadi ya gasss terooosss.

Sampai di tempat entah kenapa seperti hilang arah. Mau turun malu, ga turun laper yang cuma diganjal air mineral botol gede. Cuma foto gerbangnya aja udah langsung terasa melow sakit. Iya, iseng banget cari penyakit rasa. Jadinya ya rasain aja sendiri.


Lanjut gasss ke selatan Pandeglang. Melanjutkan penasaran pada sebuah pantai: Binuangeun. Set rute dan liat estimasi waktu tempuh. Optimis tercapai karna liat jalannya yang relatif sepi. Ternyata menemukan sesuatu, pembangunan jalur tol baru dari Serang sebelah timur dari titik Cikande melalui Rangkasbitung dan berakhir di Panimbang yang ada dekat Taman Nasional Ujung Kulon dan Carita.

Jika nantinya dalam 2 tahun mendatang tol udah jadi, maka lebih cepat waktu tempuh menuju 3 tujuan wisata: Ujung kulon, Carita dan Binuangeun. Tol ini juga bisa jadi akselerator Rangkasbitung menuju lebih rame lagi.

trase Tol Serang - Panimbang

Selama perjalanan menuju Binuangeun, terlintas gimana kenangan lalu bersama mantan yang bisa mengalahkan sakit akibat kebodohan jaman dulu. Gass konstan lari di 70 kpj, beberapa titik masih dilakukan pengecoran jalan dan perbaikan. Sempat detour karena adanya jembatan yang putus. Jembatannya ya, bukan hubungan kelean.

Menjelang masuk jalan lintas selatan, ada kuterkezut. Di pedalaman Pandeglang selatan, wilayah yang rasanya masih cukup sejuk, tanah yang sangat subur, kok KENAPA ADA PERKEBUNAN SAWIT, YA TUHAANNN???? Seharusnya biarin aja perkebunan teh. Perubahan fungsi lahan macam gini juga terjadi di daerah Cikidang. Daerah yang tadinya sejuk, dengan kebun teh dan karet dan kayu sengon berubah jadi perkebunan sawit. SAWIT!!!

Baeklah, lanjut jalan terus. Kemudian masuklah ke jalan lintas selatan. Jalannya lebar dan mulussss. Sempet coba adu lari dengan mobil lain hingga bisa menyentuh angka 100kpj. Sampai akhirnya ketemu spot jalan masuk ke pantai yang dicari-cari. Pantai Binuangeun. Yang kemudian kesal milih jalan itu buat masuk.

Kok kesal? Iya, karena ternyata pasirnya terlalu halus. Yang bahkan saat nyeker aja langsung ambles sampai mata kaki. Apalagi beban mobil 1,5 ton. Akhirnya harus gali2 dan pasang papan layaknya event rally di gurun. Capek? Bangeet. Udah gitu laper. Klop deh, hahaha.



Pada akhirnya mobil bisa keluar dan parkir deket jalan daripada harus gali2 lagi karna nekat lewatin pasir. Akhirnya terbayar. Pantainya bagus pake banget. Masih sepi dan bersih. Pantainya sih. Sementara dari jalan menuju pantainya malah banyak sampah2 plastik bertebaran.

 
 


sangat disayangkan, sampah plastiknya bertebaran

Pantai Binuangeun, pantai sepanjang sekira 3 km dengan pasir warna krem yang landai, ombak laut mild dan hembusan angin. Lalu kemudian baru nyari makan. Pindah spot dekat pelabuhan nelayan yang cukup banyak warung.
Yep, warung. Sayangnya nggak ada yg jual kelapa muda. Padahal tepi pantai dan sekitar warung banyak pohon kelapa. Akhirnya pesan bakso ikan. Failed. Awal mula petaka. Udah tau laper tapi malah pesen makanan dengan citarasa micin luar biasa. Maka mulai bergetarlah badan karna kombo masuk angin dan makanan citarasa micin.

di warung tongkrongan dekat parkiran perahu nelayan

Solusi sementara, melipir swalayan cari susu dan roti. Mendingan.

Berhubung udah mulai gelap, melipir lagi cari masjid. Dan ternyata mampir di masjid Cikeusik dekat rumah dia yang tak pernah jelas menyatakan perasaannya. Ngehek.

Selepas maghrib, gass poll menuju Serang biar sampe rumah ga kemaleman. Jalan yang dulu berantakan, sekarang berganti dengan beton dan beberapa diantaranya sudah beton berlapis aspal. Cukup bagus. Jelang masuk kota Serang uber2an sama mobil lain yang ngekor selap-selip dikemacetan.

Masuk tol dari Serang Barat langsung cuss ke arah Jakarta. Laper mulai ga bisa ditolerir, maka melipirlah cari rest area terdekat, RA Km 68 Serang-Jakarta. Pesan makanan dan ternyata busuk. Warung kedua dari kanan di deretan warung yang menghadap barat. Parkiran sisi barat dekat dengan pintu masuk. Pesan pecel ayam dengan nasi dan minum teh tawar. Ayam gorengnya angetan, digoreng ulang, nasi keras khas pinggiran lampan/rice cooker. Lalu bagaimana dengan minumnya? Sumpah busuk banget, tak berbau mencurigakan tapi sungguh, rasanya busuk seperti bau comberan hingga mau muntah. Kapok. Nggak lagi pesen, eh, nggak lagi masuk rest area itu lagi. Dan fatalnya, makanan itu pula yang bikin gw tepar setelahnya. Karna setelah selesai makan, nggak lama badan gemeter sepanjang jalan pulang sampe rumah.

Bed rest total.