Wiken suntuk,
bingung mau ngapain. Kepikir buat ngebolang cari pantai supaya sesak
bisa berkurang.
Engine start,
terpikir satu tempat; sang mantan yang ditikung oleh takdir. Kemudian
tempat kedua, karena penasaran dengan pemandangan pantainya yang
landai dan panjang. Maka bergeraklah menyusuri jalanan.
Dimulai dengan
seting perjalanan melalui G-Maps dan HereMaps. Pakai Gmaps untuk liat
traffic main road sementara HereMaps buat jaga2 kalo sinyal internet
bapuk ga ketulungan. Rute yang dipilih melalui tol JORR lalu sambung
ke tol Jakarta-Merak dengan keluar di GT Cikande. Kemudian menyusuri
jalan utama Cikande – Jawilan yang lumayan lebar menuju satu
tempat: Pesantren Modern Darel Azhar Rangkasbitung. Gas terus sampai
lupa seharusnya pitstop buat recharge energi badan. Cuma karna
terlalu fokus jadi ya gasss terooosss.
Sampai di tempat
entah kenapa seperti hilang arah. Mau turun malu, ga turun laper yang
cuma diganjal air mineral botol gede. Cuma foto gerbangnya aja udah
langsung terasa melow sakit. Iya, iseng banget cari penyakit rasa.
Jadinya ya rasain aja sendiri.
Lanjut gasss ke
selatan Pandeglang. Melanjutkan penasaran pada sebuah pantai:
Binuangeun. Set rute dan liat estimasi waktu tempuh. Optimis tercapai
karna liat jalannya yang relatif sepi. Ternyata menemukan sesuatu,
pembangunan jalur tol baru dari Serang sebelah timur dari titik
Cikande melalui Rangkasbitung dan berakhir di Panimbang yang ada
dekat Taman Nasional Ujung Kulon dan Carita.
Jika nantinya dalam
2 tahun mendatang tol udah jadi, maka lebih cepat waktu tempuh menuju
3 tujuan wisata: Ujung kulon, Carita dan Binuangeun. Tol ini juga
bisa jadi akselerator Rangkasbitung menuju lebih rame lagi.
trase Tol Serang - Panimbang
Selama perjalanan
menuju Binuangeun, terlintas gimana kenangan lalu bersama mantan yang
bisa mengalahkan sakit akibat kebodohan jaman dulu. Gass konstan lari
di 70 kpj, beberapa titik masih dilakukan pengecoran jalan dan
perbaikan. Sempat detour karena adanya jembatan yang putus.
Jembatannya ya, bukan hubungan kelean.
Menjelang masuk
jalan lintas selatan, ada kuterkezut. Di pedalaman Pandeglang
selatan, wilayah yang rasanya masih cukup sejuk, tanah yang sangat
subur, kok KENAPA ADA PERKEBUNAN SAWIT, YA TUHAANNN???? Seharusnya
biarin aja perkebunan teh. Perubahan fungsi lahan macam gini juga
terjadi di daerah Cikidang. Daerah yang tadinya sejuk, dengan kebun
teh dan karet dan kayu sengon berubah jadi perkebunan sawit. SAWIT!!!
Baeklah, lanjut
jalan terus. Kemudian masuklah ke jalan lintas selatan. Jalannya
lebar dan mulussss. Sempet coba adu lari dengan mobil lain hingga
bisa menyentuh angka 100kpj. Sampai akhirnya ketemu spot jalan masuk
ke pantai yang dicari-cari. Pantai Binuangeun. Yang kemudian kesal
milih jalan itu buat masuk.
Kok kesal? Iya,
karena ternyata pasirnya terlalu halus. Yang bahkan saat nyeker aja
langsung ambles sampai mata kaki. Apalagi beban mobil 1,5 ton.
Akhirnya harus gali2 dan pasang papan layaknya event rally di gurun.
Capek? Bangeet. Udah gitu laper. Klop deh, hahaha.
Pada akhirnya mobil
bisa keluar dan parkir deket jalan daripada harus gali2 lagi karna
nekat lewatin pasir. Akhirnya terbayar. Pantainya bagus pake banget.
Masih sepi dan bersih. Pantainya sih. Sementara dari jalan menuju
pantainya malah banyak sampah2 plastik bertebaran.
sangat disayangkan, sampah plastiknya bertebaran
Pantai Binuangeun,
pantai sepanjang sekira 3 km dengan pasir warna krem yang landai,
ombak laut mild dan hembusan angin. Lalu kemudian baru nyari makan.
Pindah spot dekat pelabuhan nelayan yang cukup banyak warung.
Yep, warung.
Sayangnya nggak ada yg jual kelapa muda. Padahal tepi pantai dan
sekitar warung banyak pohon kelapa. Akhirnya pesan bakso ikan.
Failed. Awal mula petaka. Udah tau laper tapi malah pesen makanan
dengan citarasa micin luar biasa. Maka mulai bergetarlah badan karna
kombo masuk angin dan makanan citarasa micin.
di warung tongkrongan dekat parkiran perahu nelayan
Solusi sementara,
melipir swalayan cari susu dan roti. Mendingan.
Berhubung udah mulai
gelap, melipir lagi cari masjid. Dan ternyata mampir di masjid
Cikeusik dekat rumah dia yang tak pernah jelas menyatakan
perasaannya. Ngehek.
Selepas maghrib,
gass poll menuju Serang biar sampe rumah ga kemaleman. Jalan yang
dulu berantakan, sekarang berganti dengan beton dan beberapa diantaranya sudah beton
berlapis aspal. Cukup bagus. Jelang masuk kota Serang uber2an sama mobil
lain yang ngekor selap-selip dikemacetan.
Masuk tol dari
Serang Barat langsung cuss ke arah Jakarta. Laper mulai ga bisa
ditolerir, maka melipirlah cari rest area terdekat, RA Km 68
Serang-Jakarta. Pesan makanan dan ternyata busuk. Warung kedua dari
kanan di deretan warung yang menghadap barat. Parkiran sisi barat dekat dengan
pintu masuk. Pesan pecel ayam dengan nasi dan minum teh tawar. Ayam
gorengnya angetan, digoreng ulang, nasi keras khas pinggiran
lampan/rice cooker. Lalu bagaimana dengan minumnya? Sumpah busuk
banget, tak berbau mencurigakan tapi sungguh, rasanya busuk seperti
bau comberan hingga mau muntah. Kapok. Nggak lagi pesen, eh, nggak
lagi masuk rest area itu lagi. Dan fatalnya, makanan itu pula yang
bikin gw tepar setelahnya. Karna setelah selesai makan, nggak lama badan gemeter sepanjang
jalan pulang sampe rumah.
Bed rest total.