Sunday, April 8, 2012

The Journey

8 Maret 18.55
selepas makan malam di HokBen, aku naik ke lantai atas. Peron tunggu. Selama makan tadi, di depanku duduk sepasang kekasih. Mesra sekali tampaknya. Terlihat dari betapa mesranya bahasa tubuh mereka selama bercengkrama. Menunggu kereta ditemani Shimokawa Mikuni, Super Junior dan Al Mathrud sampai 19.30.

12 Maret 10.40
Setelah berangkat dari rumah jam 8 menuju Bungurasih lantas sambung ke Osowilangun menuju Drajat. Ada yang unik, bus mikro yang kunaiki ini ga punya kernet untuk mengutip ongkos dari para penumpang. Semua penumpang membayar sendiri ongkos mereka ke supir. Kejujuran masih banyak disini.

PS: menulis di bus yang sedang berjalan itu sulit, percayalah!

12.40
Sampai juga di tempat ini. Nggak banyak berubah dari terakhir kali datang di tempat ini. Entah itu sesuatu yang baik atau tidak karena kondisi kumuhnya tetap ada.

18.30
Sudah berusaha membaca cepat tapi masih belum juga cepat. Sudah dapat 3 Juz dari 30 dan masih ada 27 lagi. Kira-kira akan selesai kapan ya?

Ah, setidaknya ada ketenangan disini:
1) Tadarus yang sudah lama nggak dilakukan. Sudah mencoba beberapa kali di Jakarta dan selalu nggak finish. Kali ini harus.
2) Tempat ini memang agak susah untuk dijangkau, terutama bila malam. Tidak ada angkutan sama sekali bila sudah lewat dari jam 9 malam.

15 Maret 19.25
Aktivitas hanya berhenti pada saat adzan saja. Hanya sedikit lebih baik dari Jakarta yang bahkan tidak berhenti sama sekali saat adzan. Selesai adzan lanjut lagi tahlilan. Belum lagi petugas sholat dan masjidnya yang sepertinya nggak terkoordinir. Pantas masjidnya nggak kelihatan terurus. Banyak sarang laba-laba dan pantas juga jama'ah sholatnya setelah adzan sedikit sekali.

Tidak ada penghentian kegiatan saat masuk waktu sholat. Semua kegiatan harus berhenti saat masuk waktu sholat berjama'ah. Lanjut tadarus, sudah sampai juz 27 tinggal sedikit lagi kelar.

16 Maret 07.00
Akhirnya selesai! Off to Surabaya lantas bersiap lanjut lagi perjalanan ke Jember. Jam 19.00

17 Maret 01.33
Akhirnya sampai juga di Jember. Membawa Freed seperti orang yang belajar lagi. Full matic bahkan
hingga pintu tengah. Dan lupa kalau ground-clearance Freed pendek, di Probolinggo hampir tersangkut lubang jalan saat menyalip truk.

19.18
Dari perjalan selama seminggu itu apa yang didapat untuk hati dan pikiran? Kenapa masih terasa ada yang kosong di hati?
Kyai pesantren itu bilang sesuatu itu dilakukan karena punya tujuan khusus. Apa yang dicari? Apa yang diminta?
Setelah ini: Ampel.

20 Maret 19.41
Sampai pada perhentian berikut: Tuban.
Sebenarnya sebelum perhentian ini ada sebuah perjalanan lain. Sepulang dari Jember. Tidak ada hubungan dengan tujuan perjalanan ini, tapi ada pelajaran berharga yang diperoleh. Pada saat perjalanan pulang dari Jember perjalanan kembali disempatkan untuk mampir di suatu tempat: Tongas, Probolinggo.

18 Maret sekira pukul 17.00
Mampir di tempat sebuah keluarga yang baru saja mendapat musibah banjir bandang. Rumah keluarga Bapak Abdul Halim dan ibu Tanzilah. sebuah keluarga dengan kultur turunan madura dan keluarga yang sangat tradisional, polos dan sederhana. Tidak ada raut menderita ketika kami sampai walau seminggu sebelumnya mereka dilanda banjir bandang yang menghanyutkan kamar mandi dan dapur rumah mereka.

Rumah mereka dekat dengan sungai dengan kedalaman sekira 7 meter. Rumah mereka sebenarnya sudah ditinggikan sekira 1 meter. Dan air bah di dalam rumah mereka setinggi sekira 150cm. Butuh waktu 3 hari untuk mengeluarkan semua lumpur dan lebih dari seminggu untuk membersihkan rumah.
Mereka menjamu seolah-olah kami ini adalah pejabat penting. Hanya ada tertawa. Padahal mereka baru saja terkena musibah. Ini baru satu cerita yang kudengar dan kulihat langsung.

Kesederhanaan dan ketulusan, itu saja yang kami rasakan.
Cerita lain yang kudengar tentang keluarga ini yang membuatku hampir tidak percaya adalah ketika suatu hari mendekati hari raya Idul Qurban terjadi musibah lain. Dua ekor sapi dari jenis limousine yang telah 2 tahun mereka pelihara mati di hari yang sama. Sapi yang di Jakarta 1 ekornya bisa mencapai harga 40 juta.

Bukan keluhan yang keluar. Memang sempat membuat Ibu Tanzilah pingsan. Tapi menantunya mengambil langkah yang tak terpikirkan sama sekali: menyembelih seekor ayam dengan maksud untuk melaksanakan syukuran. Sang mertua pun bertanya apa maksudnya dan mendapat jawaban: "Rezeki dan musibah itu datangnya semua dari Allah. Kalau kebahagiaan patut disyukuri, lantas kenapa kejadian ini tidak? Allah Maha Pemberi Rezeki."

Sungguh harus banyak istighfar.

Dan sekira pukul 20.00 kami melanjutkan perjalanan kembali ke Surabaya. Kunjungan singkat yang sarat makna. Semoga Allah memelihara apa yang aku dapat dalam hati dan pikiran.

22 Maret 16.55
Hujan deras disertai angin kencang. Masih merasa ada yang kurang dari perjalanan ini. Walaupun sudah banyak jarak yang ditempuh. Meet with the other pilgrimate make a new window of perspective. "Cari uang ga akan ada habisnya. Beda dengan makan yang harus berhenti ketika kenyang. Uang tidak. Akan selalu kurang dan kurang. Saat kita ada diatas mungkin semua tampak indah. Tapi apakah sama ketika kita ada dibawah?" he said. His name was Ribudiono.

Do we have the same wisdom?

24 Maret 20.40
Lebih ramai makam Sunan Ampel daripada makam pahlawan. What we want to become? Keduanya berkontribusi kepada masyarakat. Namun punya hasil kelanjutan yang berbeda. Secara keduniawian, mungkin pahlawan mempunyai "kepastian" kedudukan mereka secara kenegaraan. Namun secara spiritualitas kemasyarakatan, sunan lebih mempunyai hasil yang lebih nyata hingga sekarang.

Setidaknya untuk kalangan masyarakat tradisional. Pahlawan nasional mungkin mereka yang mendo'akan juga banyak, tapi apakah sebanyak sunan? Mana yang dicari? Keberlanjutan akhirat?

Ada pemandangan menarik disini yang kulihat. Ini malam minggu, kan? Dan aku menemukan sesuatu yang baru. A new sight. Apa yang ada di pikiran pacar yang gelisah menunggu kekasih baca tahlil dan ratib? Mungkin "Ga asik nih" atau "Ngapain sih gw ada disini sama blekok satu ini? Ini kan malem minggu?"
Well, anything could possibly happen. Tapi masih merupakan pemandangan yang menarik. Kalo pacar kompak baca tahlil dan ratib? That's great! Tapi yang manapun tetap punya persamaan: mojok.

Doakan Orang lain dulu, insyaAllah doamu akan dipercepat. Itu kata Arifin Ilham. Dan dalam salah satu obrolan dengan sesama peziarah ada yang mengatakan "Sampean yo dungo'no aku ben dungo ne sampean makbul."

Pemandangan unik lainnya adalah datangnya 3 orang laki-laki dengan tampang metal rambut gondrong jaket rocker yang duduk khusyu tawaddu bertadarus dan berdzikir serius hingga kutinggalkan mereka. Yeah!

26 Maret 16.26
Last day. Surabaya, Jl Arjuna 15-17. Pool bus Kramat Djati. Dapat kursi baris kedua. Let's the home journey begin.

The End